DEWASA ini, dengan penggunaan media sosial yang begitu dominan dalam keseharian masyarakat telah membantu mempermudah komunikasi masyarakat dipelosok dunia manapun. Sehingga segala ihwal mengenai sesuatu, dapat diketahui dengan mudah oleh komunitas masyarakat yang ada diberbagai sudut dunia.
Termasuk hal yang bersifat privasi pun dapat diketahui dengan enteng pada era digital ini. Bahkan, tentang tabiat atau aktivitas intim seseorang di belahan dunia lain, hanya dengan bantuan 'klik', dapat dengan gampang diketahui oleh seseorang yang berada di belahan dunia lain pula.
Termasuk hal yang bersifat privasi pun dapat diketahui dengan enteng pada era digital ini. Bahkan, tentang tabiat atau aktivitas intim seseorang di belahan dunia lain, hanya dengan bantuan 'klik', dapat dengan gampang diketahui oleh seseorang yang berada di belahan dunia lain pula.
Ilutrasi (judoopsec)
Begitulah kemudahan yang ditawarkan oleh peradaban milenium yang terangkum dengan nama sosial media.
Pada beberapa artikel, ada disiarkan sejumlah laporan yang memuat tentang penggunaan sosial media. Bahwa ada tiga miliar orang atau sekitar 40% populasi dunia yang menggunakan media sosial dengan durasi waktu rata-rata dua jam setiap hari merupakan sesuatu yang tak mengherankan lagi. Baik untuk sekedar membagikan, menyukai, menulis cuitan maupun sekedar mengutak-atik atau memperbaharui akun sosial medianya.
Semua entitas masyarakat (diakui atau tidak) merasa memiliki media sosial merupakan sesuatu kemestian. Tak ayal, mereka mau menghabiskan banyak waktu hidup nyatanya hanya untuk hidup di alam sosialnya.
Namun demikian, kita harus menyadari satu hal; berlama-lama dengan sosial media bukanlah sesuatu yang bagus. Aktivitas yang seperti itu hanya membuat hidup kita sia-sia. Apalagi harus mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan jiwa serta waktu kita.
Menurut sebuah penelitian di Cina, ternyata memegang Handphone terlalu lama baik itu untuk hal penting seperti untuk keperluan kerja atau hanya bersosial media, ternyata memiliki efek pada berubahnya susunan otak seseorang. Hal ini sama dengan efek kecanduan yang disebabkan oleh rokok dan narkoba.
Selaras dengan penelitian itu, beberapa waktu lalu di daerah Jawa juga didapati seorang anak yang bersikap aneh jika orang tuanya tidak memenuhi keinginannya: bersosial media. Hingga oleh orang tuanya dititipkan pada rumah rehabilitasi penyakit kelainan kejiwaan.
Nah, sebelum kejadian yang seperti itu menghampiri kita, maka sudah saatnya kita bersikap bijak dalam menggunakan media sosial. Dan, kita juga tak perlu menolak semua nilai-nilai baru itu (media sosial) seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa suku yang ada di Indonesia. Karena kenapa, dengan media sosial, komunikasi antar kita sebagai individu dalam masyarakat, kini berlangsung sangat efektif dan efisien. Perbedaan jarak dan waktu bukanlah hambatan lagi untuk sampai dan tersebarnya sebuah informasi.
#nyanban
Pada beberapa artikel, ada disiarkan sejumlah laporan yang memuat tentang penggunaan sosial media. Bahwa ada tiga miliar orang atau sekitar 40% populasi dunia yang menggunakan media sosial dengan durasi waktu rata-rata dua jam setiap hari merupakan sesuatu yang tak mengherankan lagi. Baik untuk sekedar membagikan, menyukai, menulis cuitan maupun sekedar mengutak-atik atau memperbaharui akun sosial medianya.
Semua entitas masyarakat (diakui atau tidak) merasa memiliki media sosial merupakan sesuatu kemestian. Tak ayal, mereka mau menghabiskan banyak waktu hidup nyatanya hanya untuk hidup di alam sosialnya.
Namun demikian, kita harus menyadari satu hal; berlama-lama dengan sosial media bukanlah sesuatu yang bagus. Aktivitas yang seperti itu hanya membuat hidup kita sia-sia. Apalagi harus mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan jiwa serta waktu kita.
Menurut sebuah penelitian di Cina, ternyata memegang Handphone terlalu lama baik itu untuk hal penting seperti untuk keperluan kerja atau hanya bersosial media, ternyata memiliki efek pada berubahnya susunan otak seseorang. Hal ini sama dengan efek kecanduan yang disebabkan oleh rokok dan narkoba.
Selaras dengan penelitian itu, beberapa waktu lalu di daerah Jawa juga didapati seorang anak yang bersikap aneh jika orang tuanya tidak memenuhi keinginannya: bersosial media. Hingga oleh orang tuanya dititipkan pada rumah rehabilitasi penyakit kelainan kejiwaan.
Nah, sebelum kejadian yang seperti itu menghampiri kita, maka sudah saatnya kita bersikap bijak dalam menggunakan media sosial. Dan, kita juga tak perlu menolak semua nilai-nilai baru itu (media sosial) seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa suku yang ada di Indonesia. Karena kenapa, dengan media sosial, komunikasi antar kita sebagai individu dalam masyarakat, kini berlangsung sangat efektif dan efisien. Perbedaan jarak dan waktu bukanlah hambatan lagi untuk sampai dan tersebarnya sebuah informasi.
#nyanban
1 komentar:
komentarUlasan yang sangat bermanfaat
ReplyEmoticonEmoticon