Abusyiek dan Peyolpres Pawer


FRASA people power akhir-akhir ini terdengar begitu hangat jelang dan pasca pengumuman pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) semalam. Seruan di berbagai penjuru Tanah Air untuk tidak ikut-ikutan people power ke Jakarta juga tak kalah gaungnya.

Terbaru, yang membuat viral dan berhasil membuat berbagai kalangan tertawa sampai mengocok perut adalah video seruan dari Bupati Pidie, Aceh, yakni bapak Roni Ahmad (Abusyiek).

Dalam video seruan tersebut, entah apa gerangan, Abusyiek tertangkap dengan jelas menyebut frasa people power dengan bunyi yang agak asing dan aneh. Ya, Abusyik menyebutnya "peyolpres pawer".

People power sendiri merujuk pada gerakan sosial yang menyerukan perlawanan terhadap keadaan yang berjalan tidak sesuai dengan demikian adanya. Misalnya, karena ada masalah sosial seperti kemiskinan, ketimpangan dan sebagainya. Gerakan ini tak jarang berangkat dari adanya asa yang tidak kesampaian, atau dalam istilah lain kecewa.

Oleh karena itu, people power sangat ditakuti oleh pemerintah, dan dianggap sebuah ancaman. Namun demikian, adanya video Abusyiek yang menyerukan masyarakatnya untuk tidak ikut gerakan people power, dan oleh karena salah menyebut frasa tersebut, maka istilah gerakan ini yang sedianya dianggap ancaman seakan berubah maknanya jadi hiburan.

Tanpa kita sadari pula, imbas terkeseleonya lidah Abusyiek dalam menyebut frasa people power tersebut membuat masyarakat Aceh terkotak kedalam dua kelompok; sebagian mendukung dan sebagian lainnya mengutuk. 

Kelompok yang mendukung Abusyik, maksudnya membelanya, selalu berargumen dengan alasan bahwa apa yang Abusyiek sebutkan itu tak lain disebabkan karena Abusyiek tergolong orang yang masih kental dengan dialek Acehnya. Sehingga menurut kelompok ini, yang Abusyik lakukan adalah sesuatu yang "biasa" saja. Tanpa perlu ditertawakan. Malah perlu dipuji, karena menunjukkan kekhasan Aceh.

Tak hanya itu, kelompok ini juga membuat pembelaan, bahwa pemimpin di belahan negara lain juga akan terlihat demikian (lucu juga) bila menyebut bahasa Asing. Misalnya ketika disuruh menyebut bebarapa istilah Aceh, seperti frasa; meuteng-paneng, haluwa situek, glupak teugom, dan sebagainya. Tentu akan berakhir pada ucapan yang aneh dan terkhik-khik juga yang mendengarnya. 

Lalu, muncul kelompok yang mengutuk Abusyiek, yang bisa dikatakan kelompok ini merasa risih dan kanjai (red; malu) terhadap cara Abusyik menyebut frasa people power tersebut. Kelompok ini, bahkan, sampai meratapi diri sendiri sambil memutar berulang kali video seruan Abusyik hanya untuk mendengar Abusyiek menyebut peyolpres power.

Tanpa sunkan, sekali-sekali mereka berujar; "that na teuh, di Bupati geutanyoe!"

Tentu kedua kelompok ini punya dalih masing-masing dalam menanggapi video seruan peyolpres pawer ala Abusyiek ini. Namun yang perlu kita pahami bahwa, seorang tokoh dan bila sudah ditokohkan , sudah sepantasnya melakukan sesuatu dengan persiapan yang matang. Jangan asal-asalan atau seadanya. Karena kalau seseorang sudah menjadi tokoh, maka segala tindak tanduknya menjadi cermin bagi masyarakat lain. Artinya apa yang dilakukannya, akan diteropong oleh masyarakat banyak. Bila itu berjalan pada kaedah yang bukan sewajarnya atau pada kaedahnya ya celaanlah yang didapat. 

Nyanban

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »