Beberapa pekan lalu publik Aceh dihebohkan
oleh berita dimana ada sejumlah remaja yang diamankan
di oleh Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh ketika ditemukan sedang pesta minuman
keras disebuah Hotel yang ada di Aceh, (serambi,17/12/2015). Perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh kalangan remaja ini bukanlah yang pertama didapati di Aceh.
Jauh hari sebelumnya juga pernah didapati bahwa ada remaja yang sudah terlibat
dan masuk dalam dunia prostitusi atau freesex.
Harus diakui, adanya problema ini apalagi
melihat budaya masyarakat Aceh yang islami, telah menciptakan suatu kegaduhan
atau keresahan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Betapa tidak, masyarakat Aceh
dulu tidak pernah mengenal perilaku remajanya yang menyimpang seperti yang
marak terjadi dewasa ini. Dalam logika sosial, setiap perbuatan manusia yang
sudah menimbulkan keresahan orang banyak disebut sebagai masalah sosial.
Lantas timbul pertanyaan, apa yang membuat
atau mengarahkan para remaja ini masuk ke dalam perilaku menyimpang?
Sosiologi menawarkan ragam pendekatan atau
perspektif dalam melihat perilaku menyimpang yang telah menjadi masalah sosial
ini. Salah satunya adalah melalui pendekatan fungsionalisme struktural.
Fungsionalisme struktural merupakan sebuah pendekatan yang dikemukakan oleh
Robert K. Merton, yang menjelaskan bagaimana sebuah struktur yang terdiri dari
berbagai elemen-elemennya itu berfungsi (Damsar, 2013:49). Dalam
asumsinya, setiap elemen (bagian) memiliki fungsi dan saling berkaitan dengan
elemen yang lainnya. Rusaknya atau melemahnya fungsi sebuah elemen akan
berpengaruh pada elemen lainnya.
Dalam konteks masyarakat Aceh, adanya elemen
(bagian) tersebut dapat dilihat dari adanya institusi agama, institusi hukum, institusi
keluarga, dan institusi-institusi lainnya. Masalah perilaku menyimpang remaja
yang kita lihat sekarang dapat dikaji dengan pespektif fungsional struktural
tersebut, dimana kita lihat sekarang ada bagian pada masyarakat Aceh sekarang
yang sudah lemah fungsinya, yaitu keluarga.
Keluarga merupakan institusi pertama tempat seorang
individu memperoleh nilai-nilai pendidikan dan juga bersosialisai. Oleh sebab
itu keluarga merupakan gerbang utama yang dapat menciptakan baik atau buruknya
individu manusia. Jika dikatakan secara ekstrem, keluarga yang baik akan
menciptakan individu yang baik. Begitu pula sebaliknya.
Tak bisa dipugkiri maraknya remaja yang
terjerumus dalam perilaku menyimpang adalah dikarenakan melemahnya fungsi
keluarga. Diantara banyaknya fungsi keluarga yang diharapkan adalah fungsi
pendidikan. Artinya dalam masyarakat dimanapun, keluarga harus mampu untuk
memberikan nilai-nilai edukasi bagi anggota keluarganya. Keluarga harus mampu
menjadi agent dalam mensosialisasikan
setiap nila-nilai yang ada dan berkembang pada lingkungan masyarakat setempang.
Saya sangat setuju dengan pendapat seorang
Teungku penceramah digampong, namun saya sudah lupa namanya, dimana dalam
ceramahnya dia mengatakan bahwa, mengapa banyak terjadi perilaku menyimpang pada
remaja sekarang, seperti freesex, pesta minuman kreas, narkoba, dan lain
sebagainya? Dalam ceramahnya dia mengatakan, itu semua karena orang tuanya yang
menyimpang. Dengan istilah lain dia mengatakan, “perilaku menyimpang remaja
yang kita lihat sekarang ini adalah karena orang tua (ayah dan ibu) mereka yang
dulunya menyimpang”.
Perilaku menyimpang orang tua dalam keluarga salah
satunya dapat terlihat dari tidak mensosialisasikan nilai-nilai pendidikan agama
bagi anaknya. Ironisnya lagi, banyak para orang tua sekarang seperti sudah
menyepelekan pendidikan agama bagi anaknya. Hal ini terlihat dari banyaknya
lembaga-lembaga pendidikan agama di gampong yang sudah sepi dan anak-anak tidak
ada lagi yang belajar pada lembaga pendidikan agama. Padahal pendidikan agama
sangat mempengaruhi moral seseorang. Pendidikan agama merupakan sumber nilai moral yang bisa
menjadi faktor pengendali terhadap perilaku seorang individu.
Tentunya kita tidak bisa menyalahkan kalau
remaja berprilaku menyimpang karena dirinya atau faktor intern dalam dirinya. Kita juga tidak bisa langsung membuat
pembenaran bahwa munculnya perilaku menyimpang para remaja karena faktor
globalisasi atau teknologi imformasi canggih yang dominan dalam menawarkan hal
negative. Tetapi kita harus melihat bahwa kenyataan ini ada kaitannya dengan
melemahnya fungsi institusi keluarga. Oleh sebab itu lah, untuk mengentaskan perilaku
menyimpang ini, para orang tua dalam institusi keluarga harus mampu
memaksimalkan fungsi dan peranannya dalam mensosialisasikan atau menciptakan
individu manusia yang sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.
Artikel ini telah dimuat di media; Lintas Nasional
EmoticonEmoticon