Sebuah bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh umat Islam dalam setiap tahun adalah bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT atas setiap kebajikan yang dilakukan oleh umat Islam.
Ada sebuah kewajiban yang dilakukan oleh
semua umat Islam di bulan Ramadhan yaitu berpuasa satu bulan penuh. Puasa
(secara istilah) diartikan sebagai sebuah bentuk aktivitas ibadah kepada Allah
dengan menahan diri atau berpantang dari segala makanan, minuman, dan dari
segala hawa nafsu yang dapat membatalkan puasa dari sejak terbit matahari atau
shubuh hingga terbenam matahari atau magrib.
Karena itu, kalau kita cermati ketika bulan
Ramadhan tiba, durasi waktu puasa umat Islam didunia sangatlah bervariasi. Ada
durasi puasanya terpendek atau tersingkat seperti negara Chili (9,43 jam) dan
ada yang terlama seperti Islandia (22 jam). Bagi umat Islam yang beriman,
singkat atau lamanya durasi puasa bukanlah sebuah masalah. Karena yang
terpenting esensi dari puasa itu dan predikat taqwa yang Allah janjikan bagi
orang yang berpuasa. Pun dalam Al-Quran telah dinyatakan, bahwa orang
berpredikat taqwa diampuni segala dosanya, dimudahkan urusannya dan dikucurkan
rezeki yang tak terhingga.
Bulan Ramadhan dapat dijadikan oleh umat
Islam sebagai media untuk melatih kesabaran dan mengendalikan nafsu, baik nafsu
amarahnya, nafsu syahwatnya maupun nafsu terhadap makanan atau minuman. Puasa
juga berdampak positif terhadap kesehatan raga manusia dan juga berdampak positif
terhadap keseharan jiwa manusia. Karena itu pula, bagi orang-orang yang ingin
jiwa dan raganya sehat maka puasa adalah solusinya.
Dalam bulan Ramadhan juga terdapat sebuah
kebahagian yang tiada tara dan hanya dirasakan oleh orang yang berpuasa. Sesuai
dengan Rasulullah sabdakan dalam haditsnya, bahwa bagi orang yang berpuasa
terdapat dua kebahagian, yaitu kebahagian saat berbuka dan kebagiaan saat
bertemu dengan Tuhannya.
Namun, dewasa ini terdapat sebuah ironi
dibulan Ramadhan yang berkaitan dengan berbuka. Hal ini terlihat dari pola
konsumsi makanan dan minuman yang lebih banyak dan meningkat dibandingkan
dengan hari-hari biasa (hari non puasa). Bahkan anehnya, dibulan puasa banyak kalangan
kita mengonsumsi makanan atau minum yang tidak populer dibulan lain, seperti
makanan atau minuman dari buah aren muda, dan lain sebagainya. Seolah semua
makanan yang tidak dikonsumsi dibulan lain derajat kenikmatan atau seleranya
menjadi bertambah ketika bulan puasa tiba.
Tentunya, hal ini sungguh telah jauh melenceng
dari esensi puasa yang kita lakukan di bulan Ramadhan. Logikanya, dengan berpuasa
(tidak makan satu waktu) tingkat konsumsi kita akan menurun dibandingkan dengan
hari-hari biasa, bukan sebaliknya, tingkat konsumsi kita naik dan berlipat
ganda ketika bulan Ramadhan tiba.
Memang, menghadirkan sedikit makanan dan
minuman bernutrisi tinggi dan yang bisa mengembalikan energi lebih cepat karena
berpuasa siang harinya dianjurkan ketika berbuka, seperti berbuka dengan
memakan buah kurma (sesuai dengan yang Nabi lakukan ketika puasanya). Namun
bukan dengan melipatgandakan makanan dan minuman untuk dimakan disatu waktu.
Padahal, dengan berpuasa umat Islam
diharapkan (setidaknya) bisa menghayati dan mendapatkan sebuah nilai moral yang
berhubungan dengan kepekaannya terhadap lingkungan sosial atau sesama manusia
lain. Karena dalam lingkungan sosial kita tidak semuanya sama dan terdiri dari
ragam golongan, yang jika kita klasifikasikan secara umum akan terdapat
golongan kaya, golongan menengah, dan golongan miskin. Standar hidup yang
dimiliki dan dijalani oleh setiap kelompok ini pun berbeda.
Semestinya dengan berpuasa umat Islam
(golongan yang standar hidupnya kaya) dapat merasakan bagaimana hidup dengan
status miskin dimana semuanya terbatas, bahkan untuk makan sekalipun. Sehingga
selepas bulan Ramadhan rasa empati atau kepekaan sosial mereka menjadi
bertambah terhadap golongan yang lain. Nah!
Artikel ini telah dipublikasi di media berita online AcehTrend.
http://www.acehtrend.co/mengamuk-saat-berbuka-sebuah-ironi-ramadhan/
EmoticonEmoticon