SEBUAH keniscayaan yang tak dapat dimungkiri
bahwa kemampuan literasi yang tinggi menjadi kunci utama bagi sebuah bangsa
meraih kemajuan. Apalagi di abad 21, salah satu dari tiga komponen utama yang
menjadi proyeksi pendidikan di abad ini dalam upaya menghasilkan generasi emas
yang siap menghadapi tantangan di masa depan adalah literasi.
Dalam terminologi umum, literasi dipandang
sebagai aktivitas mencari dan menambah ilmu pengetahuan yang berujung pada
keterbukaan wawasan. Di era kini, literasi tidak hanya seputar membaca, menulis
dan menghitung lagi. Terdapat enam jenis literasi dasar yang harus dikuasai,
tidak hanya bagi pelajar tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Enam literasi
tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains,
literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Dari keenam literasi dasar tersebut, membaca menjadi kunci utama dari semua
aktivitas literasi. Membaca merupakan kegiatan yang tidak dapat dikesampingkan
dalam keseharian. Dengan membaca, seseorang tidak hanya memperoleh informasi,
tetapi berfungsi sebagai alat yang dapat memperluas pengetahuan dan wawasannya tentang
banyak hal mengenai kehidupan. Tak hanya itu, membaca juga akan meningkatkan
kemampuan memahami kata dan meningkatkan kemampuan berpikir, meningkatkan
kreatifitas dan juga menstimulan munculnya gagasan-gagasan baru.
Jepang, Finlandia, Islandia dan beberapa lainnya
terkenal sebagai negara yang masyarakatnya memiliki minat baca yang tinggi. Tingginya
minat baca mendorong negara-negara tersebut menjadi negara
maju dan berkeadaban.
Sementara negara kita, Indonesia, minat baca
pada masyarakatnya masih tergolong rendah. Data hasil survey yang dilakukan
Organization for Economic Corporation and Development (OECD) tahun 2015
menunjukkan minat baca anak Indonesia tergolong rendah yakni berada pada peringkat
69 dari 76 negara dengan skor rata-rata 397 dari skor rata-rata internasional
500, (Krjogja, 14 April 2019).
Tentunya realitas ini menuntut perhatian dan
solusi dari berbagai elemen masyarakat, tidak hanya pemerintah, tapi juga keluarga.
Dan sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki tanggung jawab
dan konsekuensi logis dalam membentuk fondasi awal bagi terwujudnya budaya
membaca.
Terdapat segudang manfaat bila seseorang
memiliki budaya membaca. Membaca dapat
meningkatkan kadar intelektual, memperoleh berbagai pengetahuan hidup, memiliki
cara pandang dan pola pikir yang luas, memperkaya perbendaharaan kata,
mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia,
meningkatkan keimanan, dan mendapatkan hiburan, (Fajar Rachmawati, 2008: 4).
Dewasa ini, seiring dengan dinamika zaman dan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bergerak cepat, kemampuan literasi
menentukan kesuksesan hidup seorang individu manusia. Literasi
merupakan sebuah kemampuan guna untuk memahami, menganalisis, mendekonstruksi sebuah
informasi. Keluarga sebagai salah satu unit terkecil yang ada di dalam
masyarakat dapat menjadi kunci utama untuk menghidupkan budaya literasi
(membaca).
Selain
dijadikan sebagai budaya, membaca juga semestinya dipandang sebagai kebutuhan.
Untuk itu, panutan dalam keluarga merupakan unsur penting. Akan tetapi sayangnya,
kebanyakan orang tua belum menunjukkan teladan membaca dan terkesan menyerahkan
urusan literasi ini hanya kepada lembaga pendidikan saja, semisal sekolah.
Sejarah bangsa kita, terkenal dengan
kebiasaan orang tua yang suka melantunkan narasi pengantar tidur pada anaknya.
Karena itu, tak usah heran, terdapat banyak sekali dongeng-dongeng dan cerita yang
melegenda. Tradisi lisan ini, tentunya akan mudah dan menjadi pendukung dalam
menumbuhkan minat baca pada anggota keluarga. Para orang tua hanya butuh kemauan
untuk memodifikasinya saja. Bila dulu orang tua hanya melantunkan cerita dalam
bentuk lisan sebagai pengantar tidur, maka kedepan orang tua sudah bisa
memulainya dengan membacakan cerita kepada anak-anaknya.
Melalui cara ini, saya yakin, si anak menjadi
akrab dengan aktivitas membaca, yang tentu saja berawal dari kebiasaan yang
ditunjukkan oleh orang tuanya. Keteladaan orang tua, yang mau menyisihkan
waktunya untuk membaca, memberi
motivasi akan pentingnya membaca dan memberi fasilitas membaca kepada anak-anak
sejak usia dini agar gemar membaca, diyakini dapat menumbuhkan budaya literasi
(membaca) pada seorang anak.
Sebenarnya,
menumbuhkan budaya literasi dalam keluarga dapat dilakukan dengan dua cara sederhana oleh orang tua. Pertama,
memberikan motivasi dan teladan membaca kepada anak, yakni dengan cara
menyisihkan waktu membaca dan mengajak anak untuk ikut serta. Tak hanya itu
saja, motivasi membaca pada anak juga dapat dilakukan dengan mengajak si anak
pada ke tempat yang aktivitasnya berkenaan dengan literasi seperti mengajak ke
toko buku, perpustakaan, museum atau membeli salah satu produk media cetak.
Sementara,
yang kedua, orang tua cukup menyediakan perpustakaan sudut baca di rumahnya
dengan beberapa buku yang bila dilihat oleh anak menarik perhatiannya untuk
membaca, semisal buku-buku yang memuat banyak gambar-gambar menarik dan
menyediakan informasi yang baik untuk anak, serta buku-buku umum lainnya.
Dengan
demikian, upaya pemerintah dalam menggalakan gerakan literasi nasional guna
terwujudnya Indonesia sebagai bangsa yang literat menjadi suatu hal yang tidak
lagi mustahil. Sebab, keluaga bersama dengan sekolah dan masyarakat merupakan
trisula penting yang menentukan arah maju atau mundurnya perjalanan sebuah
bangsa.
EmoticonEmoticon