Data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan, 24 persen sampah di Indonesia masih tidak terkelola. Jenis sampah yang paling banyak dihasilkan oleh masyarakat Indonesia adalah sampah organik sebanyak 60 persen, sampah plastik 14 persen, diikuti sampah kertas 9%, metal 4,3%, kaca, kayu. dan bahan lainnya 12,7%. (CNN, 25/4/2018)
Mengacu pada data SWI tersebut, sampah plastik dari segi statistik memang terlihat lebih sedikit dibandingkan sampah organik, akan tetapi realitas ini bukanlah berarti Indonesia masih aman dari sampah plastik. Sampah plastik yang dihasilkan masyarakat Indonesia per tahunnya melewati angka 1 juta ton.
Kita sepakat jika pemerintah tidak boleh acuh tak acuh dalam memandang masalah yang satu ini. Sosialisasi pengurangan penggunaan sampah plastik dan pola hidup bersih dengan membuang sampah pada tempatnya harus segera digalakkan dengan lebih serius. Tak hanya itu, pemerintah juga perlu melibatkan peran stakeholder di berbagai lapisan atau lembaga masyarakat untuk serius memandang masalah sampah. Salah satu lembaga sosial yang dapat diandalkan dalam masalah ini adalah lembaga pendidikan.
Sekolah Sukma Bangsa Pidie yang baru saja merayakan ulang tahun ke-13, terlihat berhasil dalam mengajak warga sekolahnya untuk tidak lagi bergantung pada penggunaan plastik, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan konsumsi. Bahkan, saat diselenggarakan acara besar pun penggunaan plastik–khususnya botol kemasan untuk kelengkapan kebutuhan konsumsi--tidak digunakan, kecuali untuk keperluan mendesak yang secara logika memang tak mungkin untuk dihindari penggunaannya.
Makanya, jangan heran jika Anda bertandang ke sekolah Sukma Bangsa Pidie dan Anda membutuhkan minuman berkemasan plastik maka Anda tidak akan menjumpainya. Ini karena sekolah Sukma Bangsa Pidie sudah berkomitmen dan memegang teguh prinsip untuk melahirkan kawasan sekolah yang bebas dari sampah plastik. Sebenarnya strategi yang diupayakan dan diterapkan oleh pihak sekolah Sukma Bangsa Pidie dalam mengampanyekan pola hidup untuk tidak bergantung lagi pada penggunaan plastik ditempuh dengan cara yang sederhana. Pada proses ini guru memiliki peran besar dalam menyukseskannya. Saban hari tanpa kenal waktu, baik di dalam maupun di luar kelas, guru tak sungkan untuk sekadar menjelaskan atau menyosialisasikan bagaimana bahayanya sampah plastik bagi kelangsungan ekosistem.
Bawa tumbler ke sekolah
Lalu, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Sekolah Sukma Bangsa Pidie adalah membatasi peenjualan botol kemasan plastik di koperasi (tempat siswa dan guru membeli makanan). Di samping itu, bagi warga sekolah dituntut pula untuk selalu membawa tumbler saat pergi sekolah. Sehingga kebutuhan untuk minum bisa terpenuhi tanpa harus membeli botol kemasan yang pada ujungnya menghasilkan sampah plastik. Dalam menyukseskan usaha ini sekolah juga menyediakan galon lengkap dengan dispenser yang saban hari airnya diisi oleh petugas sekolah dan ditempatkan di beberapa sudut sekolah.
Jadi, semua warga sekolah dapat mengisi tumbler-nya dengan air segar gratis. Tak hanya itu, tempat sampah yang disediakan oleh pihak sekolah yang ditempatkan di banyak titik atau sudut sekolah dibedakan penggunaanya antara sampah organik dengan sampah anorganik.
Di awalnya memang strategi ini mengalami beberapa hambatan, terlebih dalam mengajak siswa untuk konsisten membawa tumbler ke sekolah yang, gurunya yang notabenenya adalah suri teladan bagi siswa banyak dijumpai tidak membawa tumbler.
Kendati demikian, seiring berjalannya waktu, semakin hari guru dan siswa yang tidak membawa tumbler ke sekolah semakin berkurang jumlahnya. Dan, pada saat peringatan Hari Bumi, tepatnya pada tanggal 22 April 2019 lalu, sekolah Sukma Bangsa Pidie mendeklarasikan gerakan membawa tumbler ke sekolah. Pada momen itu pula direktur Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Bapak Marthunis, memberikan imbauan yang tegas kepada semua warga sekolah untuk konsisten membawa tumbler saat pergi ke sekolah.
Jujur kami mengakui, ketika sekolah Sukma Bangsa Pidie dipercayakan oleh Kominfo untuk panitia penyelenggaraan acara seminar nasional dan lokakarya “School of Influencer” pada 1 Agustus 2019 dan tempatnya juga di sekolah Sukma Bangsa Pidie, sejumlah kekhawatiran menghinggapi perasan kami. Betapa tidak, pihak sekolah yang sudah jauh-jauh hari berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik di lingkungannya dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan botol kemasan sebagai bagian dari kelengkapan konsumsi yang pesertanya adalah para pemuda dan siswa dari luar sekolah Sukma Bangsa Pidie. Ini bukan bermaksud untuk memberikan semacam adjudge bahwa para pemuda dan siswa dari luar sekolah Sukma Bangsa Pidie adalah kumpulan orang-orang yang tidak sadar terhadap kebersihan lingkungan. Hanya saja, di beberapa tempat, khususnya saat penyelenggaraan acara besar sering dijumpai penggunaan botol kemasan plastik yang berlebihan, sehingga ketika acara selesai sampah berserakan di mana-mana, khususnya sampah plastik.
Nah, menyikapi realitas itu, akhirnya muncul ide untuk menggunakan galon serta dispenser untuk melengkapi konsumsi peserta pada hari acaranya. Begitu juga dengan snack peserta dibagi tanpa bungkusan plastik dan ala prasmanan. Ternyata konsep seperti ini sangat efektif dalam mengurangi penggunaan plastik pada saat acara berlangsung. Pun, ketika acara seminar itu berakhir sampah tidak dijumpai lagi.
Sehingga, dalam acara yang berdurasi delapan jam itu, dengan breaktime dua kali, terlihat pemandangan yang laiknya terjadi di negara maju, di mana peserta dengan rapi mengantre untuk mendapatkan snack dan minuman yang disediakan dalam beberapa dispenser.
Sejatinya, sebagai khalifah yang sudah diamanahkan oleh Allah Swt untuk mengelola bumi, kita manusia harus mampu melestarikan bumi ini agar dapat terwarisi kepada anak cucuk kita dengan kondisi alamnya yang baik dan lestari. Tentu kita tidak mau jika anak cucu kita mendapat warisan bumi yang sudah kritis, dan bukan tidak mungkin jika mereka akan me-labeling kita sebagai generasi yang tidak berkeadaban.
Oleh karena itu, ikhtiar untuk menyelamatkan bumi dari kondisi yang kritis ini dapat kita mulai dengan cara mengelola sampah plastik dengan baik. Jangan sampai anak cucu kita mendapatkan warisan hidup dengan kondisi bumi yang sudah tak layak lagi ditempati. Nyan ban.
Artikel ini telah tayang di serambinews.com
EmoticonEmoticon