Puasa; Cara Tepat Mengendalikan Hawa Nafsu



SEMPURNANYA makhluk yang berwujud manusia tak lain karena padanya terdapat dua unsur yang tidak dimiliki makhluk lain; Pertama adanya unsur akal, dan yang kedua, karena dilengkapi dengan nafsu. Dua unsur inilah yang menjadikan manusia lebih sempurna dan berbeda dengan makhluk lain.

Kalaupun kita mencoba membandingkan dengan Malaikat, maka yang lebihnya tetap manusia. Karena kenapa, Malaikat cuman Allah titipkan akalnya saja. Sehingga Malaikat aktivitasnya selalu dalam ber'ubudiah kepada Allah; hanya mengerjakan apa yang Allah titahkan saja. Sedangkan keinginan untuk ini dan itu Malaikat tidak punya. Karena nafsunya tidak ada.

Apalagi jika membandingkan dengan mereka-mereka yang berkaki empat, yang kepala dan bahunya sebangun, yaitu binatang. Maka yang menangnya tetap manusia. Sebabnya, binatang hanya Allah titipkan nafsunya saja. Sedangkan akal tidak ada. Kalaupun ada binatang yang tindak-tanduknya layaknya manusia, itu hanya karena instingnya, dan umumnya sudah melalui proses yang latihan. Seperti halnya Lembu yang bisa diarahkan ke kiri atau ke kanan saat membajak di sawah. Atau seperti halnya gajah yang bisa diperintahkan untuk menari atau bermain bola. Itu bukan karena faktor akalnya, hanya karena instingnya saja, dan sudah dilatih berbulan-bulan hingga tahunan.

Manusia, memiliki akal dan mempunyai nafsu. Sungguh makhluk yang begitu sempurna. Maka kalau sudah begini; nikmat Allah mana lagi yang mau didustakan?

Meskipun demikian, manusia bisa saja mendapat status atau derajat yang lebih tinggi ketimbang Malaikat. Yaitu saat manusia mengedepankan akalnya dalam segala tindak tanduknya. Sedangkan nafsu (khususnya nafsu negatif) dikesampingkan. Sehingga manusia, melalui bantuan daya akalnya, dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas setiap ibadahnya melebihi Malaikat untuk mencapai ridha sang Pencipta.

Sebaliknya, manusia tidak terhindarkan juga dari kedudukan atau posisi yang lebih rendah Binatang. Kerendahan manusia daripada binatang ini akan didapatkan oleh manusia jika yang dikedepankannya adalah nafsunya saja. Sedangkan akalnya ditinggalkan. Sehingga tindak-tanduknya dalam keseharian tidak jauh beda dengan binatang. Binatang, dia memakan apa saja, “naik” kemana saja, tanpa peduli itu halal atau haram, legal atau illegal, wajar atau tidak wajar, pantas atau tidak pantasnya. Semua disamaratakan.

Manusia yang mengedepankan nafsu (negatifnya) maka dia akan sama dengan binatang. Mungkin yang tidak sama hanya wujudnya saja. Karena itu, munculnya istilah perilaku yang “membabi buta” atau lain sebagainya yang mencirikan sifatnya binatang, itu didasari oleh perilaku-perilaku manusia yang mengedepankan nafsunya, yang daya akalnya ditinggalkan. Sehingga sikapnya persis seperti binatang.

Namun demikian, Allah telah memberikan cara atau tips kepada manusia untuk mengendalikan nafsunya. Sehingga tindakan yang dilandasi oleh nafsu terimbangi oleh akal. Cara yang dimaksud adalah melalui berpuasa.

Ya, Puasa merupakan cara yang sangat tepat dalam mengendalikan nafsu. Bahkan, sejarah disyariatkan kewajiban berpuasa juga karena nafsu yang sejak diciptakan sifatnya angkuh, namun bisa tunduk dan patuh karena Allah pernah menghukumnya dengan kelaparan.

Maka dari itu, jangan mengherankan jika saat bulan Puasa ada banyak individu-individu yang jika dilihat dari aktivitas ibadahnya mengalami kenaikan yang signifikan. Itu karena efek puasanya; nafsunya terkendalikan. #nyanban

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »