Mengenal Keubeu Weng; Teknologi Tradisional Pengolah Air Tebu

Diakui atau tidak dan disadari atau tidak, Pidie merupakan salah satu kabupaten yang tidak hanya dikenal melahirkan banyak tokoh pergerakan baik skala nasional maupun skala lokal Aceh, melainkan juga melahirkan beragam corak kebudayaan. Pidie yang sebelum era kemerdekaan bernama Poli atau Pedir ini memiliki beragam kebudayaan yang unik, dan tentunya menjadi suatu keunggulan tersendiri dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.

Kebudayaan di Pidie ada yang berbentuk seni seperti tarian seudati, dan juga lainnya, namun ada juga yang berbentuk benda, semisal Langai, Yok Creuh, Keubeu Weng dan lain-lainnya. Langai dan Yok Creuh merupakan alat pertanian tradisional, yang digunakan oleh para petani di Pidie atau Aceh secara keseluruhan untuk mengolah lahan pertaniannya. Penggunaan Langai dan Yok Creuh biasanya diperbantu oleh hewan ternak yang dianggap bertenaga semisal Kerbau atau Sapi. 

Disadur dari: Beulangongtanoh.blogspot.com
Sebelum masuknya teknologi pertanian yang lebih modern, seperti Traktor, di Pidie acapkali dijumpai orang yang mengarap lahan pertaniannya dengan menggunakan Langai dan Yok Creuh. Sehinggga, saat musim menggarap, pemandangan di Sawah terlihat begitu indah dan alami.

Oleh manusia, Kerbau atau Sapi selain dijadikan sebagai hewan ternak --yang sewaktu-waktu dijual bila ada keperluan penting yang mendesak atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Kerbau juga banyak yang dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas manusia sebagai pemiliknya. 

Mengolah Manisan (Meulisan)
Kita sering melihat kedua binatang tersebut dipergunakan pada bidang pertanian seperti untuk menggarap dan juga dipergunakan pada bidang transportasi, seperti untuk mengangkut barang. Nah, di Pidie, Kerbau tidak hanya dimanfaatkan energinya pada dua bidang tersebut, melainkan juga pada bidang lain, yakni pada pengolahan air Tebu hingga menjadi Manisan.

Air Tebu memang banyak manfaatnya, selain bisa diolah menjadi gula, yang kegunaannya sangat dibutuhkan untuk mengolah makanan, minuman dan lain sebaganya. Air tebu juga bisa diolah menjadi Manisan (Aceh; Meulisan).

Manisan adalah hasil olahan dari Tebu yang dibuat mengental dengan cara dimasak dalam durasi waktu yang lama. Manisan ini sering digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu pelengkap pada berbagai makanan, seperti pada Rujak, kue kering, dan lain sebagainya.

Manisan memiliki warna merah kehitaman yang agak pekat dengan tekstur lengket nan kuat. Tingkat rasa manisnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan gula. Makanya pada makanan yang membutuhkan rasa manis, seperti Rujak, masyarakat di desa lebih mengutamakan Manisan ketimbang Gula.

Aktivitas produksi Manisan di Pidie sudah berjalan dalam tempo waktu yang cukup lama. Konon, berjalannya aktivitas ini tak lain karena kreatifnya orang Pidie dalam mengelola teknologi tradisional dengan memanfaatkan energi pada hewan ternaknya, yakni Kerbau.

Masyarakat Pidie menamakan teknologi tradisional ini dengan nama Keubeu Weng. Dinamakan Keubeu Weng juga tak luput dari cara kerja alat pengolah air tebu, yang baru beroperasi hanya ketika Kerbau berjalan memutar secara berpola. Ya, sesuai dengan diksinya pula, Keubeu Weng terdiri dari dua suku kata; Keubeu yang bermakna Kerbau, dan Weng yang bermakna memutar.

Dalam proses pengoperasian teknologi ini, Kerbau yang dijadikan sebagai penggerak alat pengolahan ini matanya lebih dulu ditutup dengan kain gelap. Ini bertujuan supaya Kerbau tidak terganggu konsentrasinya dalam menjalankan tugas yang sudah diembankan oleh sang pemiliknya. Kemudian di lehernya dikaitkan alat khusus yang sudah dirakit dengan sedemikian rupa, yang bila dijalankan dengan cara memutar maka akan membuat tebu mengeluarkan airnya.

Sementara Kerbau akan berjalan dengan memutar secara berpola setelah mendengar aba-aba atau instruksi khusus dari sang pemiliknya. Dan baru berhenti bila mendengar bunyi atau suara tertentu, semisal bunyi telapak kaki orang yang berjalan mendekati ke arahnya, atau bunyi kendaraan bermotor yang melintas didekatnya. Acapkali, sang pemilik usaha Manisan memilih tempat yang jauh dari kebisingan atau lalu lintas kendaraan bermotor, dengan maksud Kerbau bekerja lebih efektif dalam ‘meuweng’ Tebu.

Selama ini eksistensi Keubeu Weng memang sudah mulai tak terdengarkan lagi, bahkan sudah banyak pula yang mulai meninggalkan profesi pengolahan air Tebu menjadi Manisan dengan alat yang dikenal Keubeue Weng ini. Hanya orang-orang tertentu, yang usianya udah sepuh, masih setia bergelut dengan Keubeu Weng ini.

Sementara yang muda-muda, terkesan tidak memiliki ketertarikan dengan profesi yang satu ini, apalagi mengoperasikan Keubeu Weng. Generasi muda sekarang –mungkin karena terkontaminasi dengan nilai global—lebih tertarik kepada sesuatu yang instant, yang bahkan membuat mereka hanya menjadi konsumen belaka. 

Bukti Kekreatifan Masyarakat Dulu
Namun demikian, dibalik realitas itu semua, sebagai orang Aceh, khususnya yang lahir dan bermastautin di Pidie, kita harus berbangga bila di daerah kita terdapat banyak teknologi yang menunjang aktivitas keseharian masyarakat, meskipun bersifat tradisional, seperti Keubeu Weng. Kenapa? Karena ini menunjukkan bahwa bangsa kita, Aceh, bukanlah bangsa yang bodoh, melainkan bangsa yang kreatif dan inovatif.

Ini menjadi semacam bukti bahwa kejayaan yang pernah menghampiri Aceh dulu salah satunya dilatarbelakangi oleh kekreatifan masyarakatnya dalam merancang sebuah teknologi sesuai denga versi masa itu pula.

Oleh karena itu, meskipun teknologi canggih sudah hadir menghiasi kehidupan kita diberagam sisi, yang menawarkan konsep instant dan efisiensi waktu, teknologi tradisional ini tetap tidak boleh dilupakan. Kita harus menjaga warisan budaya ini menjadi suatu identitas kultural yang khas. Bila perlu, Pemerintah harus mengambil bagian dalam melestarikannya, semisal dengan cara memamerkan pada acara-acara yang bertema kebudayaan, membantu proses penjualan produk olahan dari Manisan, atau lain sebagainya. Sehingga melalui cara ini eksistensi Keubeu Weng terjaga dengan baik, serta (kita harapkan) muncul pula semangat dari generasi muda dan generasi selanjutnya untuk memanfaatkan teknologi yang sederhana ini, yakni Keubeu Weng. Nyanban! 

* Artikel ini sudah tayang di media Serambi Indonesia

Share this

Related Posts

EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng